Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Jumat, 15 Februari 2008

TANTANGAN PROFESIONALISME GURU EKONOMI DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENIDIKAN

Latar belakang
Kualitas guru di Indonesia dari beberapa kajian masih dipertanyakan, seperti yang dilaporkan oleh Bahrul Hayat dan Umar (dalam Adiningsih,: 2002). Mereka memperlihatkan nilai rata-rata nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 1998/1999 untuk bidang studi matematika hanya 27,67 dari interval 0-100, artinya hanya menguasai 27,67% dari materi yang seharusnya. Hal serupa juga terjadi pada bidang studi yang lain, seperti fisika (27,35), biologi (44,96), kimia (43,55), dan bahasa Inggris (37,57). Nilai-nilai di atas tentu jauh dari batas ideal, yaitu minimum 75% sehingga seorang guru bisa mengajar dengan baik. Hasil lain yang lebih memprihatinkan adalah penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000) memperlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi di luar bidang keahliannya. Paparan ini menggambarkan sekilas kualitas guru di Indonesia, bagimana dapat dikatakan profesional jika penguasaan materi matapelajaran yang diampu masih kurang, dan bagaimana dikatakan profesional jika masih ada 33% guru yang mengajar diluar bidang keahliahanya.

Permasalahan
Yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana guru dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapi dengan baik, jika profesionalismenya masih dipertanyakan. Tulisan singkat ini akan mengulas tentang profesionalisme guru dan tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikanm KTSP.

Pembahasan masalah
1. Profesionalisme Guru
Profesi guru menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1, yaitu; ”Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional sebagai berikut:
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme
b. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugasnya.c. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
d. Mematuhi kode etik profesi.
e. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.
g. Memiliki kesempatan untuk mengernbangkan profesinya secaraberkelanjutan.
h. Memperoleh perlindungan hukurn dalam rnelaksanakan tugas profesisionalnya.
i. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum”.
Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain:
1. Ahli di Bidang teori dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik.

2. Senang memasuki organisasi Profesi Keguruan. Suatu pekerjaan dikatakan sebagai jabatan profesi salah satu syaratnya adalah pekerjaan itu memiliki organiasi profesi dan anggota-anggotanya senang memasuki organisasi profesi tersebut. Guru sebagai jabatan profesional seharusnya guru memiliki organisasi ini. Fungsi organisasi profesi selain untuk menlindungi kepentingan anggotanya juga sebagai dinamisator dan motivator anggota untuk mencapai karir yang lebih baik (Kartadinata dalam Meter, 1999).
Konsekuensinya organisasi profesi turut mengontrol kinerja anggota, bagaimana para anggota dalam memberikan pelayanan pada masyarakat. PGRI sebagai salah satu organisasi guru di Indonesia memiliki fungsi:
(a) menyatukan seluruh kekuatan dalam satu wadah,
(b) mengusahakan adanya satu kesatuan langkah dan tindakan,
(c) melindungi kepentingan anggotanya,
(d) menyiapkan program-program peningkatan kemampuan para anggotanya,
(e) menyiapkan fasilitas penerbitan dan bacaan dalam rangka peningkatan
kemampuan profesional, dan
(f) mengambil tindakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran baik
administratif maupun psychologis.

3. Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain:
(a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih
(b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan
kemanusiaan yang dimiliki,
(c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi mengajar dan mendidik
masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran guru ini seperti ini menuntut pribadi harus memiliki kemampuan managerial dan teknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasa bekerja yang dilandaskan pada
panggilan hati untuk melayani orang lain.

4. Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai jabatan profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasional Pendidikan I tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masayarakat. Kode etik bagi suatu oeganisasai sangat penting dan mendasar, sebab kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Kode etik bergungsi untuk mendidamisit setiap anggotanya guna meningkatkan diri, dan meningkatkan layanan profesionalismenya deni kemaslakatan orang lain.

5. Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab. Otonomi dalam artian dapat mengatur diri sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan tugasnya. Kemandirian seorang guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk membuat pihlihan nilai, dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan dapat mempertanggung jawabkan keputusan yang dipilihlnya.

6. Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut. Untuk itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi kepada masyarakat khususnya dalam membelajarkan anak didik.

7. Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik.
Usman (2004) membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi;
(1) kemampuan mengembangkan kepribadian,
(2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi,
(3) kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan.

Sedangkan kompetensi profesional meliputi:
(1) Penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam kompetensi ini termasuk
(a) memahami tujuan pendidikan,
(b) mengetahui fungsi sekilah di masyarakat,
(c) mengenal rinsip-prinsip psikologi pendidikan;
(2) menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik
materi pelajaran yang ajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada
pada kurikulum maupun bahan pengayaan;
(3) kemampuan menyusun program pengajaran, kemampuan ini mencakup
kemampuan menetapkan kopetensi belajar, mengembangkan bahan pelajaran
dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan
(4) kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses
pembelajaran.
2. Implementasi kurikulum

Di dalam pelaksanaan KTSP diversifikasi kurikulum sangat dimungkinkan, artinya kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan keragaman kondisi dan kebutuhan baik yang menyangkut kemampuan atau potensi siswa dan lingkungannya. Diversifikasi kurikulum diterapkan dalam upaya untuk menampung tingkat kecerdasan dan kecepatan siswa yang tidak sama. Oleh sebab itu akselerasi belajar dimungkinkan untuk diterapkan, begitu pula remidial dan pengayaan. Implementasi KTSP menuntut kemampuan sekolah melalui guru untuk mengembangkan silabus sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dan penyusunannya dapat melibatkan instansi yang relevan di daerah setempat, misalnya instansi pemerintah, swasta, perusahaan dan perguruan tingggi.
Pada prinsipnya pengelolaan kurikulum tingkat stuan pendidikan membagi peran dan tanggung jawab masing-masing pelaksana pendidikan di lapangan yang terkait dengan pelaksanaan kurikulum, pembiayaan dan pengembangan silabus. Sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum dituntut dapat menjalin hubungan dengan lembaga lain yang terkait baik lembaga pemerintah maupun swasta.
3. Reorientasi Proses Pembelajaran
Belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman terhadap suatu konsep, sehingga dalam proses pembelajaran siswa merupakan sentral kegiatan, pelaku utama dan guru hanya menciptakan suasana yang dapat mendorong timbulnya motivasi belajar pada siswa. Implementasi KBK dalam proses pembelajaran menuntut adanya reorientasi pembelajaran yang konvensional. Reorientasi tidak hanya sebatas istilah “teaching” menjadi “learning” namun harus sampai pada operasional pelaksanaan pembelajaran. Untuk itu proses pembelajaran harus mengacu pada beberapa prinsip, yaitu: berpusat pada siswa, belajar dengan melakukan, mengembangakan kemampuan sosial, mengembangkan keingintahuan, imajinasi dan fitrah ber-Tuhan, mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah, mengembangkan kreativitas siswa, mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi, menumbuhkah kesadaran sebagai warga negara yang baik, belajar sepanjang hayat, dan perpaduan kompetisi, kerjasama dan solidaritas.
4. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar idealnya dapat mengungkap semua askpek domain pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Sebab siswa yang memiliki kemampuan kognitif baik saat diuji dengan paper-and-pencil test belum tentu ia dapat menerapkan dengan baik pengetahuannya dalam mengatasi permasalahan kehidupan (Green, 1975). Penilaian hasil belajar sangat terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pada umumnya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun 1956, yaitu cognitive, affective dan psychomotor. Kognitif adalah ranah yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan ketrampilan intelektual. Affective adalah ranah yang berkaitan dengan pengembangan pengembangan perasaan, sikap nilai dan emosi. Sedangkan psychomotor adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau ketrampilan motorik (Degeng: 2001). Namun ketiga domain pembelajaran itu memang tidak dapat dipaksakan pada semua mata pelajaran dalam porsi yang sama. Untuk matapelajaran ekonomi misalnya lebih menekankan pada aspek kognigitive dan affecfetive dibandingkan dengan aspek psychomotor yang lebih menekankan pada ketrampilan motorik.
Sistem penilaian yang diharapkan diterapkan untuk mengukur hasil belajar siswa menurut KTSP adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Dimana untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik telah memiliki kompetensi dasar maka diperlukan suatu sistem penilaian yang menyeluruh dengan mengunakan indikator-indikator yang dikembangkan guru secara jelas. Berkelanjutan berarti semua indikator harus ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dikuasai dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik. Untuk itu perlu dikembangkan berbagai teknik penilaian dan ujian, seperti: pertanyaan lisan, kuis, ulangan harian, tugas rumah, ulangan praktek, dan pengamatan.
Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi dasar mencakup beberapa hal, yaitu:
(1) standar kompetensi, adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan dalam setiap mata pelajaran. Hal ini memiliki implikasi yang sangat signifikan dalam perencanaan, metodelogi dan pengelolaan penilaian;
(2) kompetensi dasar, adalah kemampuan minimal dalam rangka mata pelajaran yang harus dimiliki lulusan SMA;
(3) rencana penilaian, jadwal kegiatan penilaian dalam satu semester dikembangkan bersamaan dengan pengembangan silabus;
(4) proses penilaian, pemilihan dan pengembangan teknik penilaiain, sistem pencatatan dan pengelolaan proses; dan
(5) proses Implementasi menggunakan berbagai teknik penilaian.
Tujuan penilaian yang dilakukan guru di kelas hendaknya diarahkan pada empat hal berikut:
(1) keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana.
(2) Checking-up, yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam proses pembelajaran.
(3) Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
(4) Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai kompetensi yang ditetapkan atau belum.
Agar tujuan penilaian tersebut tercapai, guru harus menggunakan berbagai metoda dan teknik penilaian yang beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman belajar yang dilaluinya. Tujuan dan pengalaman belajar tertentu mungkin cukup efektif dinilai melalui tes tertulis (paper-pencil test), sedangkan tujuan dan pengalaman belajar yang lain (seperti bercakap dan praktikum IPA) akan sangat efektif dinilai dengan tes praktek (performance assessment). Demikian juga, metoda observasi sangat efektif digunakan untuk menilai aktivitas pembelajaran siswa dalam kelompok, dan skala sikap (rating scale) sangat cocok untuk menilai aspek afektif, minat dan motivasi anak didik. Oleh sebab itu, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan kemahiran tentang berbagai metoda dan teknik penilaian sehingga dapat memilih dan melaksanakan dengan tepat metoda dan teknik yang dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses pembelajaran, serta pengalaman belajar yang telah ditetapkan.
Di samping itu, tujuan utama dari penilaian berbasis kelas yang dilakukan oleh guru adalah untuk memantau kemajuan dan pencapaian belajar siswa sesuai dengan matriks kompetensi belajar yang telah ditetapkan, guru atau wali kelas diharapkan mengembangkan sistem portofolio individu siswa (student portfolio) yang berisi kumpulan yang sistematis tentang kemajuan dan hasil belajar siswa. Portofolio siswa memberikan gambaran secara menyeluruh tentang proses dan pencapaian belajar siswa pada kurun waktu tertentu. Portofolio siswa dapat berupa rekaman perkembangan belajar dan psikososial anak (developmental), catatan prestasi khusus yang dicapai siswa (showcase), catatan menyeluruh kegiatan belajar siswa dari awal sampai akhir (comprehensive), atau kumpulan tentang kompetensi yang telah dikuasai anak secara kumulatif. Portofolio ini sangat berguna baik bagi sekolah maupun bagi orang tua serta pihak-pihak lain yang memerlukan informasi secara rinci tentang perkembangan belajar anak dan aspek psikososialnya sehingga mereka dapat memberikan bimbingan.
5. Tantangan Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Merujuk pada implementasi KTSP paling tidak guru menghadapi tiga tantangan besar, yaitu tantangan pada bidang pengelolaan kurikulum, pembelajaran dan penilaian. Implementasi KTSP berimplikasi serangkaian tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Tugas profesional seorang guru (Dikmenjur, 2001) antara lain harus mampu: menganalisis, menguasai dan menginplementasikan kurikulum dalam bentuk teori dan praktek; menguasai materi bidang studi yang diajarkan; membuat rencana pembelajaran. memilih dan mengembangkan materi dengan memperluas dan memperdalam dasar-dasar kejuruan yang lebih kuat dan mendasar; memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Berinteraksi (berkomunikasi) secara efisien dan efektif; menjalin kerja sama dengan instansi lain yang terkait dengan pembelajaran yang akan diberikan (dalam praktek); mengembangkan media pembelajaran; memilih dan menggunakan sumber belajar; memanfaatkan sarana dan lingkungan belajar; mengatur program pembelajaran dan jadwal akademik; memilih dan menetapkan materi kontekstual dengan kebutuhan lapangan kerja; menerapkan strategi pembelajaran yang lebih menekankan pada kebermaknaan hasil belajar; mengelolakelas(classroom management); melaksanakan praktek dengan menghubungkan dan menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja; mengembangkan alat dan melaksanakan evaluasi hasil belajar, secara menyeluruh yang mencakup aspek kognitif, afektif, psychomotorik serta intelektual skill; memahami karakteristik siswa; memberi layanan bimbingan kepada siswa; dapat membagi perhatian terhadap proses dan hasil belajar secara profesional; membaca hasil penelitian dan publikasi lain yang bermanfaat bagi pengembangan diri dan profesinya; melakukan penelitian sederhana (action research); serta memiliki wawasan global.
Untuk mengantisipasi tantangan dunia pendidikan yang semakin berat, maka profesionalime guru harus dikembangkan. Beberapa cara yang dapat ditempuh dalam pengembangan profesionalitas guru menurut Balitbang Diknas antara lain adalah;
1.”Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk
memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bukan
untuk meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata;
2.Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk
memaksimalkan pelaksanaannya;
3.Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui
efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan;
4. Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada tingkat kabupaten/kota sesuai
dengan perubahan mekanisme kelembagaan otonomi daerah yang dituntut
dalam UU No.22/1999.
5.Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan dan
kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran;
6.Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan
pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru;
7.Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang tersedia di
Depdiknas dan Kanwil-Kanwil untuk tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan
mutu guru;
8.Perlunya untuk mengkaji ulang aturan/kebijakan yang ada melalui perumusan
kembali aturan/kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu mendorong guru
untuk mengembangkan kreativitasnya;
9.Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan Pengelolaan
Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif peningkatan mutu
guru;
10.Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penelitian, agar
lebih bisa memahami dan menghayati permasalahan-permasalahan yang
dihadapi dalam proses pembelajaran.
11.Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha
meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan.
12.Memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK);
13.Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan yang
lebih luas untuk meningkatkan karier;
14.Perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksibel untuk mendukung
jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru
dalam melaksanakan proses pengajaran”.
Untuk lebih mendorong tumbuhnya profesionlisme guru selain apa yang telah diutarakan oleh balitbang diknas, tentunya ”penghargaan yang profesional” terhadap profesi guru masih sangat penting. Seperti yang diundangkan bahwa guru berhak mendapat tunjangan profesi. Realisasi pasal ini tentunya akan sangat penting dalam mendorong tumbuhnya semangat profesionlisme pada diri guru.

Simpulan
Tantangan besar yang dihadapi guru dalam mengimplementasikan KTSP, yaitu; tatangan bidang pengelolaan kurikulum (guru sebagai administrator), bidang pelaksanaan pembelajaran dan bidang penilaian. Dalam menghadapi tantangan akan sangat tergantung pada profesionalisme guru. Guru profesional adalah guru yang dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dan penilaian yang menyenangkan bagi siswa dan guru, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kreativitas pada diri siswa.
Pada bidang pembelajaran diharapkan guru dapat menentukan model pembelajaran yang tepat sehingga dapat menarik minat siswa terhadap pelajaran. Model pembelajaran ekonomi diharapkan mampu memberikan makna pelajaran ekonomi kepada siswa. Melalui model yang tepat diharapkan siswa tidak hanya dapat pengetahuan ekonomi, namun juga mampu memberikan kesan yang mendalam pada siswa, sehingga dapat mendorong siswa untuk mengimplementasikan konsep nilai-nilai ekonomi dalam kehidupan sehari-sehari, karena materi pelajaran ekonomi sangat relevan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.

2 komentar:

Dinus Open Source Community mengatakan...

Tim IGOS Kementerian Negara Riset dan Teknologi bekerjasama dengan Universitas Dian Nuswantoro Semarang akan Menyelenggarakan Workshop gratis "Pelatihan Open Source Software" di UDINUS-Semarang tanggal 25 Oktober 2008.
Untuk prosedur pendaftaran, silakan kunjungi doscom.blogspot.com

Nassan mengatakan...

Insya allah akan diadakan Reuni SMAN 8 Semarang, 2009 mohon komentar dan saran di sman8semarang.blogspot.com